Wednesday, April 6, 2016

Quantum Hamil


Quantum Hamil – Energi Positif untuk Hamil


Tulisan ini diambil dari blog sebelah…ini linknyahttp://silvipipih.blogdetik.com/2012/12/02/sebuah-kisah-energi-positif-untuk-bisa-hamil/
Bismillahirahmanirahiim..
+HAMIL YUUUK !!
++ENERGI POSITIF 1 (Berdasarkan pengalaman Shella)++
Ambil secarik kertas dan tuliskan menurut mamil apa yang menjadi penyebab ‘belum hamil’ contohnya : Hambatan Fisik >>>Kista, PCO, Myom, Polip Rahim, Haid tidak teratur, obesitas atau kegemukan dll, Hambatan Psikis >>> Tinggal serumah dengan mertua, kelelahan kerja, masalah rumah tangga, dll.
Setelah itu cari jawaban ‘Apakah ada orang yg berhasil hamil dengan penyebab yang sama yg mamil alami?’ (Sebutkan/tuliskan siapa saja atau berapa orang yang mamil ketahui baik melalui cerita orang/buku/internet, maupun yang diketahui secara langsung.
Hati punya 2 sisi, sisi yang menerima perintah kita melalui pikiran & yang menerima perintah kita melalui perasaan. Nah yang melalui perasaan inilah yang seringkali menimbulkan keraguan/ ketidakyakinan. Damaikanlah kedua sisi ini, karena kedua hati itu sesungguhnya adalah SATU dan MILIK KITA maka, sepenuhnya ‘harus’ berada dalam kendali kita secara keseluruhan. Ajaklah hati berbicara dgn kelembutan & tidak memaksa. (Proses ini memakan waktu yang cukup lama jika mamil tidak segera mengikhlaskan untuk yakin & sebaliknya, cepat lambatnya tergantung masing2 pribadi)
Contoh:
Hati sisi A > Saya pasti bisa hamil kapanpun itu.
Hati sisi B > Saya akan sulit hamil karena saya punya penyakit endometriosis dan sudah divonis dokter hanya bisa hamil dengan Bayi Tabung atau Inseminasi.
Cara mendamaikannya
Hati A : Wahai hati B berdamailah dgn saya, bantu saya utk hamil, saya mohon bantu saya utk mewujudkan kehamilan krn saya pasti bisa hamil, si tante anu dia jg endometriosis skrg sudah hamil, si kak anu jg dia endometriosis tp sdh hamil n anaknya 3, si anu saluran tubanya tinggal sebelah krn diangkat waktu operasi endometriosis tapi skrg sdg hamil. Artinya saya bisa hamil dan saya pasti hamil, tolong saya yah, Berdamailah dgn saya.
Lakukan terus menerus disaat sedang rileks dan ada kesempatan DENGAN TIDAK MEMAKSA. Setelah itu tersenyumlah, bayangkan kehamilan yang sedang di depan mata:)
Passwordnya TIDAK ADA YANG SULIT KALAU KITA MAU..
Selamat berproses:)
++ENERGI POSITIF 2 (Berdasarkan Pengalaman Shella)++
Kalau sudah ‘menemukan’ apa penyebab belum hamil, mulailah dengan menyingkirkan ‘perasaan yang tidak memberdayakan’ (saya gak berguna sebagai istri / wanita, saya mandul, saya trauma hamil lagi setelah kehilangan janin/ keguguran, mertua gak suka saya, saya capek n marah ditanya terus “Kapan hamil??”, “Dia sudah hamil kenapa saya belum?”, “Kapan saya hamil??” dll..)
Bahagia dan bersedih adalah PILIHAN kita sendiri, ‘JANGAN’ pernah merasa bahwa itu karena orang lain.
Yang punya perasaan siapa? SAYA.
Yang punya pikiran siapa? SAYA
Yang punya tubuh siapa? SAYA.
Jadi, tidak ada alasan bagi untuk bersedih, apalagi sedang punya niatan untuk Hamil (yang salah satu syaratnya sehat fisik dan psikis artinya GAK BOLEH STRESS)
Misalnya :
*Saya sulit hamil karena hambatan psikis, saya stress karena saya belum hamil mertua jadi seperti gak sayang / acuh tak acuh dengan saya!
Saat menerima pikiran ini, kita harus mengambil keputusan mau bahagia atau bersedih, kalau mau hamil pasti pilihannya adalah bahagia.
Cara mengambil keputusan untuk bahagia adalah dengan berbicara kepada hati seperti di ENERGI POSITIF 1 > “Wahai hati, saya ingin hamil jadi walaupun mertua demikian kepada saya, banyak juga yang sudah punya anak padahal hubungannya dengan mertua juga kurang baik, jadi sikap mertua bukan hambatan saya untuk memperoleh kehamilan, saya akan tetap membahagiakanmu dengan cara saya, kamu harus dan layak bahagia karena saya akan hamil beberapa bulan lagi”
Setelah itu lakukan hal positif atau aktivitas menyenangkan deengan tujuan membahagiakan diri (shoping, nonton, main game, bercanda ama suami, dll) Usahakan adalah aktivitas yang membuat tertawa dan penuh cinta karena tubuh akan melepaskan hormon2 yang membantu proses kehamilan, salah satunya hormon bahagia yaitu endorfin. Besok2nya hilangkan ‘memikirkan’ mertua lagi. Karena jika melakukannya sama dengan kita mundur beberapa langkah dan harus memulai lagi dari awal. Gak mau kan makin lama utk hamilnya??:)
**Saya sulit hamil karena hambatan fisik (Kista, PCO, Myom, Polip Rahim, Haid tidak teratur, obesitas atau kegemukan dll ).
Sudah pernah lihat video bagaimana kehamilan terjadi ? *bagi yang belum, coba ditonton, ada di youtube juga*, karena ini akan membantu saat melakukan tips berikut > Setelah ML, mintalah suami untuk mengucapkan doa (kalo suami saya ‘Syahadat, Shalawat, dan Alfatehah) kemudian menghembuskannya di perut mamil, sambil mamil pun berdoa, kemudian tidur sambil berpegangan tangan. Mamil n suami membayangkan bahwa Sel Sperma suami berhasil menembus Sel telur mamil, sperma yang sehat, gesit dan tangguh walaupun terhalang oleh misalnya: endometriosis, namun dapat sampai di sel telur dengan sukses hingga terjadi pembuahan dan seterusnya *seperti di video proses kehamilan* cuma bedanya kalo mamil mesti melawati penyakit/penghalang itu😀.
Lakukan terus menerus setiap setelah ML. Lakukan hingga terlelap tidur dan biarkan otak (pikiran) n hati (perasaan) menerima ‘pesan’ itu.
Cara ini juga dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit, Saya praktekan saat konsumsi Kapsul Sirsak, Nektar Kurma, Inti K&K. Saya percaya tubuh kita dirancang sempurna oleh Tuhan maka dia bs menyembuhkan penyakitnya sendiri. Saat mengkonsumsi sesuatu dengan tujuan kesembuhan, misalnya obat, ramuan, makanan, buah, air doa, dll bayangkan dan niatkan bagaimana itu bekerja pada penyakit mamil mis: PCO, dgn ini sel telur saya berkembang banyak, sehat dan siap dibuahi.
Ulangi terus menerus disaat ada kesempatan *seperti berkhayal tetapi diniatkan menjadi kenyataan dengan menggambarkan secara detail di dalam khayalan.
Selamat berproses..:)
++ENERGI POSITIF 3 (Berdasarkan Pengalaman Shella)++
Merasa minder, terkucilkan, kecewa, sedih, iri hati dll ketika ada kabar kehamilan dari teman seperjuangan, tetangga, sepupu, saudara dsbnya. Itukan yang terjadi?? Saya pun pernah berada diposisi demikian. Sampai malas kalau ada acara kumpul2 keluarga/teman/ kerabat yang berbau kehamilan, kelahiran dan ulang tahun anak. Sampai saya sadari hal ini yang jg menjadi salah satu penyebab mengapa saya tak kunjung hamil. Orang akan terpacu kaya apabila dia sering berada di komunitas org Kaya, orang akan terpacu untuk memperhatikan kecantikannya apabila dia sering berada di komunitas yang peduli kecantikan, dsbnya. Begitu pula kita, bagaimana mungkin akan terpacu hamil bila kita MENGHINDARI hal2 yang berbau kehamilan ?
Apalagi sampai ada perasaan IRI melihat kehamilan orang lain, bukankah IRI TANDA TAK MAMPU ? Dengan merasa iri melihat kehamilan orang lain, maka secara ‘tidak sadar’ kita telah memberi pesan kepada tubuh kita bahwa ‘kita tidak mampu’ untuk hamil. Astaghfirullahaladziim
Dan di suatu titik kehidupan saya mulai merubah pola itu. Kalau ada teman yang hamil saya datangi dia, elus perutnya dan mohon didoakan supaya saya lekas menyusul, ‘perasaan bahagia saat mengelus perutnya saya resapi dan saya niatkan bahwa tak lama lagi saya pun akan merasakan hal yang sama yaitu bahagia karena kehamilan saya, apalagi kalau ada ritual injek jempol yang membuat saya semakin tersugesti bahwa itu akan ‘menular’.😀
Kalau ada teman yang mengabari kehamilannya via Facebook, BB., atau SMS, yang pertama saya ucapkan adalah ‘Alhamdulillah, ya Allah pasti saya tidak lama lagi menyusul’ kalimat ini mujarab merubah mood saya menjadi baik dan positif, yang awalnya hampir menitikan air mata dan bertanya ‘Kenapa bukan saya??! atau Kapan giliran saya??!’ menjadi “Tak lama lagi pasti saya..:)
Ucapan adalah doa bukan?? Teruslah berucap sesuai permohonan kita. Kemudian saya ucapkan selamat kepadanya, saya katakan padanya “Doakan saya agar lekas hamil seperti kamu, tolong elus perut kamu bilang sama babynya panggil temannya untuk ke perut tante Shella..” Dia pun mengucapkan “Amiin” n saya pun barengi dengan Amiin pula. Bertambah 2 orang yang meng’Amiin’i niat saya untuk hamil, si Ibu hamil n si baby di perut. Setelahnya saya kembali tersenyum, yakin, ikhlas, n pasrah sambil terus meniatkan perasaan saya itu menjadi kenyataan.
Pernah juga saya dapat undangan ulang tahun anak sepupu, awalnya saya sedih dan tersinggung, maksudnya apa?? Saya belum punya anak koq diundang, tak terbayang bagaimana saya kelihatan bodoh disaat semua bawa anak2nya dan saya hanya melongo. Tapi sekali lagi Tuhan membuka jalan melalui suami saya, suami saya bilang ‘Bunda kita pergi saja, nanti kalo anak kita ultah jadi pada gak ada yang dtg’ . Kalimat ini mensugesti saya bahwa sebentar lagi saya punya anak dan kalau saya gak datang, nanti di ultah anak saya mereka juga gak datang. Perasaan ’sebentar lagi punya anak’ itu kembali saya niatkan jd kenyataan. Akhirnya saya pergi ke Ultah anak tersebut, melihat ibu2 menggendong anaknya.. Menyuapi anaknya makan.. Membantu membuka kado.. Saya rasakan euphoria menjadi seorang Ibu, dalam hati saya berkata “nanti kalo sudah ada dd pasti saya serepot ibu2 itu dan akan sangat menyenangkan..” Walaupun, pada saat ditempat Ultah selalu muncul pertanyaan yang sama, jawaban n caranya kembali ke Postingan ENERGI POSITIF 1 dan 2.
Hayoooo mamil2 silahkan dicoba n nanti share ya mengenai ‘perbedaan’ perasaannya setelah mencoba Energi Positif ini..:)
Masih banyak lagi energi positif yang bisa dibaca…Baca di linknya yaaaaaaa ^^d
Semoga Bermanfaat
Reliaaqil_190910

ORANG YANG AKHIRNYA HAMIL ( 12 TAHUN MENIKAH )

True Story - 12 Tahun 'Kosong', Saat Hamil Langsung Kembar

Adeline Monike (36)
Student Recruitment & Business Development Senior Manager UPH
Ibu dari Dionysius Devendra Sanusi (1 bulan) dan Calliope Chiara Sanusi (1 bulan)
“Penantian 12 tahun itu berujung dengan kelahiran si kembar”

“Kudamba satu, justru kudapat dua. Sungguh, indah rancanganMu jauh melampaui harapanku dan dia. Kecewa dan air mata, kini berganti tawa bahagia. Terimakasih Tuhan tak terhingga...” Adeline Monike

8 Juni 2011, 06.45 pagi, anugrah itu datang. Pecah tangis putri dan pangeran mungilku bersamaan dengan senyum bahagiaku dan Edward.

Lebih dari satu dekade kami menanti. Dua belas tahun, bukan waktu singkat! Selama perjalanan pernikahan, inilah momen yang kami tunggu-tunggu: kehadiran anak di tengah keluarga. Bahagia tak terkatakan lagi. Tiada yang sia-sia dari segala usaha, kerja keras, dan doa yang tak pernah putus.

Menikah Muda
Bila kilas balik, rasanya rancangan hidupku mendekati sempurna. Aku berpendidikan, memiliki karir baik, dan menikah dengan lelaki yang kucintai.
Edward, kukenal ketika sama-sama kuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung). Di situlah cinta kami bersemi. Tahun 1999, kami menikah. Umurku terbilang muda, 24 tahun. 
Tahun pertama pernikahan, kami hanya merasakan keindahan. Sama sekali tak terpikir akan kehadiran anak. Apalagi kala itu kami punya tanggungjawab masing-masing. Aku harus merampungkan kuliah S2 ku di Prasetiya Mulya – Jakarta, sementara Edward sedang menapaki karirnya. 
Waktu berjalan. Aku lulus kuliah dan bekerja. Usia pernikahan pun menginjak angka ketiga. Saat itulah gairah memiliki anak muncul, jauh lebih kuat dari tahun sebelumnya. Aku mulai membayangkan hal yang belum ada. Seorang anak yang menangis, merengek, merajuk, marah, tertawa dan memelukku serta memanggil “Mama”. Ah, itulah saat dimana hidupku bisa dibilang sempurna!

Usaha Pertama, Tak Berbuah
Berdua Edward, yang juga merasakan hal sama, kami memulai ‘perjalanan’. Tak pernah kusangka akan demikian panjang. Diawali dari sebuah rumah sakit di Karawaci, tak jauh dari tempat tinggal kami di Alam Sutra, Tangerang Selatan, ‘pencarian’ dimulai. Aku dan Edward lalu bertemu ginekolog, berkenalan dengan dua obat keras yang katanya untuk hormon. Satu membuatku pusing sedangkan yang lain bikin liver Edward nggakenak. Sayangnya, kami tidak intens melakukan pemeriksaan, on and off. Kadang periksa, kadang tidak.

30 = Gelisah
Hingga jelang usia 30, aku belum juga hamil. Rasa was-was tanpa kucegah sering hinggap. “Gawat, aku belum juga punya anak...” batinku resah. Apalagi usia pernikahanku sudah 5 tahun, apalagi yang kutunggu? Walau tak ada desakan dari keluarga, tetap saja aku risau.
Kegalauanku ditanggapi teman-teman baikku. Mulai dari dokter ahli hingga jalur alternatif mereka sodorkan. Walau tak mudah, aku dan Edward berkomitmen mulai lagi dari awal. Dari berbagai rekomendasi, akhirnya kami pilih seorang dokter kandungan terkenal. 
Tapi lagi-lagi, aku tak terpuaskan. Antrian demikian panjang, rasanya tak terbayar. Bayangkan, dijadwalkan bertemu antara jam 9-10 malam, tapi baru bisa masuk antara jam 11-12 malam. Itupun tidak sampai LIMA menit!
Jujur, aku kecewa. Rasanya segala pertanyaanku tak terjawab. Lima menit! Apa yang bisa diharapkan? Kami hanya diberi obat, tanpa konsultasi maksimal. Hhh, cukup dua kali aku periksa di sana!

Cobaan Itu...
Tak putus menyerah, kami mencoba berbagai tempat. Keluar masuk rumah sakit, dari ujung Jakarta ke ujung lain. Melalui serangkaian pemeriksaan, akhirkan diputuskan Edward harus menjalani operasi varikokel. Itu dilakukan atas rekomendasi seorang urolog di satu RS di Jakarta Utara.

Walau membantu, peristiwa itu menimbulkan rasa traumatik bagiku. Pasalnya Edward sempat mengalami henti napas beberapa menit akibat selang pernapasan terlalu cepat ditarik. Oh, Nak, tak terbayangkan betapa naik turun perasaanku. Walau pahit, tak cukup kuat membuatku dan Edward angkat tangan. Kami begitu menginginkanmu...

Dari Jakarta Hingga Singapura
Berbekal tekad itu, kami berjuang lagi. Rumah sakit dan ginekolog masih menjadi “sahabat” setia. Kami menjalani terapi antibodi di RS Jakarta Pusat. Hingga memutuskan melakukan inseminasi di RS bilangan Jakarta Selatan. Pasalnya dokter di sana menemukan bahwa aku menderita PCO (PCO (Polycystic Ovaries Syndrome). Kata dokter, aku mengalami ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan sulit hamil. Oh, apa lagi ini? 
Walau tak begitu paham, saran dokter kami jalankan sepenuh hati. Mungkin Tuhan belum berkehendak, program inseminasi itu gagal juga.
Saking ingin mencari second opinion, kami bahkan sempat melakukan check up dan konsultasi dengan dokter senior di National University Hospital, Singapura. Tapi rupanya, nasihat dan protokol yang dianjurkan sama seperti para dokter di Indonesia. 
Karena sudah tahu masalahnya, aku masih berharap PCO-ku bisa diatasi dengan terapi. Apalagi kata dokter ada kemungkinan untuk itu. Untuk itu, bukan hanya medis, jalur alternatif pun kujabani. Kudatangi shinshe di Glodok yang memberikan obat luar biasa pahit, refleksi di Gading Serpong yang sakitnya minta ampun, akupuntur, hingga konsultasi radiestesi di Bumi Serpong Damai (Radiestesi, red: metoda untuk menentukan radiasi medis, guna mendeteksi penyebab penyakit dan menemukan pengobatan yang tepat). Tempat terakhir yang kusebut antrian mulai dari jam 05.00 pagi. Intinya, dimana tempat yang orang bilang bagus, kami meluncur ke sana.

Mencoba Bayi Tabung
Seperti sudah diatur olehNya, akhirnya kami dipertemukan dengan Dr. Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG dari Bunda International Clinic (BIC). Juga, pasangan dr. Edwin dan Lala yang membuka praktik radiestesi di Tajur, Bogor. Dengan demikian aku menjalani upaya medis, juga alternatif. Keduanya sangat komunikatif, hingga membuatku nyaman.
Sama seperti ginekolog sebelumnya, dr. Ivan juga mendiagnosa bahwa aku menderita PCO. Berbagai pilihan terapi dan strategi dijabarkan panjang lebar. Aku dan Edward merasa nyaman, dan memutuskan untuk percaya 100 persen!
Akhirnya tibalah saat itu, tahun 2009, kami mencoba program bayi tabung. Sekali protocol, memakan sekitar 50 Juta. Bukan biaya murah, tapi syukurlah masih bisa kami penuhi. 
Upaya bayi tabung pertama, dengan long protocol. Dan, berhasil! Namun sayangnya di luar kandungan (ectopic pregnancy), sehingga harus diangkat.
Ugh, sedih sekali. Kebahagiaan yang hampir kami rengkuh, lepas lagi. Tapi tak seperti sebelumnya, kali ini aku dan Edward tak beralih ke tempat lain. Inilah saatnya: kami harus percaya pada ahlinya, dan menyerahkan sepenuhnya pada Yang Maha Kuasa.

Kali ke-4, Berhasil!
Tak putus harapan, kami mencoba lagi dengan strategi berbeda. Kali ini dengan short protocol, gagal. Ketiga kalinya, kembali ke long protocol dengan penambahan satu strategi, juga gagal! Sempat putus asa? Nyaris! Tapi kami saling menguatkan. Siapa lagi kalau bukan kami berdua? Hatiku optimis mengatakan, sebentar lagi, sebentar lagi! Itu memotivasiku untuk terus mencoba.
Akhirnya kami mencoba lagi, long protocol. Tindakan persis dilakukan bertepatan dengan ulangtahun Edward ke-37Saat itu diputuskan transfer embrio dilakukan di state blastocyst (dibiarkan hidup di luar lebih lama sebelum ditransfer).
Saat kembali dua minggu kemudian, aku sempat kecewa karena tes urin negatif. Oh, betapa aku terpuruk lagi, juga suamiku. Sepanjang perjalanan pulang aku diam, berjibaku dengan pikiranku sendiri. “Tidak, jangan lagi!” hatiku berteriak nyeri.

Kabar Bahagia Itu Datang
Tuhan memang Maha Baik. Saat aku sibuk menata hatiku yang kacau, Dia menenangkanku sedemikian cepatnya. Sore harinya, aku dikabari bahwa tes darah ternyata positif. Oh, harapan kembali membuncah! Betapa senangnya, sungguh proses unik yang tak mampu dicerna pikiran manusiaku.
Kebahagiaanku semakin lengkap, ketika dua minggu kemudian kami dikonfirmasi bahwa janin di dalam kandungan terdeteksi. Dan... kembar! Oh, Tuhan, kali ini aku benar-benar hamil, aku hamil! Aku dan Edward berpandangan, serasa tak menginjak dunia. Kucubit lenganku, kulihat binar di mata suamiku... Monike, ini nyata!

My Friends: Never Give Up
Dua malaikat kecilku lahir sudah. Melihat mereka, terbayarkan semua usaha aku dan Edward: waktu, pikiran, biaya, tenaga, juga air mata!
Aku hanya bisa mengatakan bagi pasangan lain di luar sana, carilah dokter atau terapis yang cocok. Bagi kami, komunikasi dua arah sangat penting. Kami tidak suka dijejali obat dan tindakan tanpa tahu tujuan dan strateginya. Tanyakan pada mereka berapa lama harus menunggu sampai ada indikasi sukses.
Terlepas dari hal itu, apa pun usaha manusia, Tuhan yang menentukan. Diberi olehNya, adalah karunia. Tidak diberi, bukan akhir dunia. n

Edward Sanusi (37), Deputy Director – System Network Engineer First Media, Suami
“Tuhan punya rancangan khusus untukku dan Monike

Periode menunggu dari transfer embrio hingga kabar kehamilan selalu tidak enak. Harap-harap cemas. Hari ‘penentuan’ itu benar-benar seperti roller coaster. Amat dramatis.

Masih lekat di ingatan saya, ada dua tes kehamilan yang dilakukan pagi itu, yaitu tes urin dan tes darah. Hasil tes urin diperoleh lebih awal, negatif! Kabar itu sungguh tak enak dan memukul. Namun sore harinya terjadi kejutan membahagiakan. Hasil tes darah keluar dan...positif!! Tak terbayangkan perasaan senangnya saya saat itu.

Senang Bercampur Cemas
Monike yang pertama kali mengabari. Kebetulan hari itu saya tengah dalam perjalanan tugas. Ketika mendengar Monike hamil, senangnya bukan kepalang dan bersyukur karena Tuhan memberi kesempatan ini.

Meski demikian, rasa cemas sempat juga membayangi karena kabar ini bukan yang pertama pernah kami dapatkan. Aku ingat bagaimana pada bayi tabung pertama, hasilnya pun positif, namun tumbuh di luar kandungan. Oleh karena itu, kami pun tidak langsung larut dalam perasaan senang. Kami berdoa memohon agar janin tersebut bisa berkembang dengan baik.

“This is it”
Ketika diketahui kalau janin yang dikandung Monike adalah kembar, ini juga sebetulnya paling membahagiakan. Mengingat di kesempatan sebelumnya walaupun hasil tes kehamilan positif, janin tidak terdeteksi sewaktu periksa ke dokter. Namun kali ini berbeda. Kami, dan saya rasa juga dokter Ivan, benar-benar merasa “This is it!” 

Penantian panjang kami akhirnya berujung pada diberinya suatu karunia besar oleh Tuhan. Kami amat bahagia bisa mendapatkan kesempatan itu, walau masih panjang perjalanan bagi janin tersebut hingga lahir ke dunia. Tapi kini, mereka benar-benar sudah lahir!

Rencana Tuhan
Saya percaya Tuhan punya rencananya sendiri. Walau kami baru memiliki anak di tahun ke-12 usia pernikahan, ini hanya membuktikan bahwa aku dan Monike memiliki pondasi kuat. Kami selalu berusaha bersama.

Sebagai suami saya juga setuju memeriksakan diri ke dokter. Percayalah, ini tak mudah. Pada banyak kasus, pria enggan melakukannya. Setelah itu, berbagai terapi pun saya jalankan, berdua dengan istri. Bagi saya, peran suami amatlah besar dalam upaya kehamilan ini. Bukan hanya dari sisi medis tapi juga mengupayakan pola hidup sehat. Juga dukungan secara moril mengingat pola pikir tradisional acapkali menempatkan tanggung jawab kehamilan di pihak istri. Desakan keluarga, pertanyaan dari kiri kanan, kesedihan saat mendengar kehamilan dari teman-teman seumur, bukanlah beban yang mudah ditanggung oleh istri. Di sinilah pentingnya peran suami untuk memberikan semangat dan pikiran positif.
Memang banyak pihak yang menganjurkan kami untuk adopsi. Namun, alasan kami memiliki keturunan bukanlah sekadar hadirnya seorang anak dalam keluarga. Secara personal, saya juga ingin meneruskan eksistensi gen saya di dunia dan melihat perpaduannya dengan gen istri saya. 

Banyak yang menertawakan hal ini, tapi bagi saya itu bagian dari tujuan makhluk hidup di dunia ini. Sayangnya, ini tak bisa dijawab dengan adopsi. Kini, saya telah memiliki Devendra dan Chiara. Tugas kami selanjutnya, mempersiapkan buah hati kami itu untuk mengisi hidup dengan bijaksana. Semoga.

Dr. Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG, Bunda International Clinic Jakarta
Berusaha Memahami Sisi Psikologis Pasien
Sore itu saat berusaha menemui Dr. Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG, di Bunda International Clinic Jakarta, sudah tampak ramai beberapa pasangan yang menjadi pasiennya. Dokter spesialis infertilitas ini sudah 15 tahun menangani banyak kasus pasangan yang lama belum mendapat momongan. 10 tahun ia berpraktik di Australia dan sejak tahun 2000 sudah menangani program bayi tabung.
Dr. Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG, di ruang praktiknya 
“Ini bukan hanya masalah ngasih obat lalu jadi hamil. Kita sebagai dokter juga harus menangani secara empati. Harus tahu bagaimana perasaan pasien, secara psikologis juga. Kita harus bisa lebih berdiskusi sama pasien,” buka Dr. Ivan saat ditanya metoda apa saja yang ia berikan sehingga banyak pasiennya yang berhasil hamil.

Bahkan Dokter ramah itu bercerita, selalu menyediakan sekotak tisu untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba pasiennya menangis saat berkonsultasi. “Datanglah ke dokter yang dapat memberikan banyak informasi secara jelas! Karena itu hak pasien,” sarannya.

Saking begitu terikatnya dengan pasien, satu kali ia pernah menangani kasus pasien yang 17 tahun tidak punya anak. Begitu si pasien melahirkan, ia pun sampai ikut menitikan air mata haru.
Dr. Ivan lalu membagi saran untuk pasangan yang sedang mengusahakan anak:
  • Lebih dari dua tahun, idealnya pasangan memeriksakan diri. Umumnya ada beberapa tes yang harus melibatkan baik suami atau istri. “Jadi tidak bisa hanya istrinya saja atau sebaliknya. Harus dua-duanya!” urai Vice President Director PT. Bundamedik ini.
  • Rajinlah memeriksakan diri untuk mengetahui apa penyebab tidak hamil. Mungkin ada beberapa kondisi – medis atau psikologis – yang menyebabkan sulit hamil. 
  • Kalau sudah di atas 35 tahun, jangan menunggu lama-lama lagi. Segeralah berobat! 
  • Jalani gaya hidup sehat. “Over weight, makan tidak teratur, akan berpengaruh pada kacaunya siklus. Bukan tidak mungkin, mungkin saja hamil akan tetapi peluangnya bisa lebih kecil,” tekan dr. Ivan menutup perbincangan.
Dimuat di: Tabloid Mom&Kiddie/2011

ORANG ORANG YANG AKHIRNYA HAMIL ( 2 TAHUN MENIKAH )


akhirnya ada 1 testpack yang menunjukkan dua garis setelah puluhan tespack yang hanya satu garis. Terlalu sering telat, terlalu sering testpack
akhirnya ada 1 testpack yang menunjukkan dua garis setelah puluhan tespack yang hanya satu garis. Terlalu sering telat, terlalu sering testpack
Perutku mulai terlihat membuncit, dengan sekali melihat, mereka dengan mudah menebak kalau saya sedang hamil. Ucapan selamat pun dihaturkan, lalu saya membalas dengan senyuman dan mengucapkan terima kasih. Bagi yang awalnya tidak tahu, kini menjadi tahu. “Sudah berapa bulan?”, tanya mereka. “Sudah lima bulan”, jawabku.
Memang kabar kehamilanku tidak kusebarkan. Hanya keluarga dekat saja yang tau. Bersama suami saya menikmati setiap keluhan di masa awal kehamilan. Lemas, berat badan turun drastis, kepala pusing, hingga beberapa kali flek yang membuat saya harus bedrest, dan banyak keluhan lain, berusaha saya nikmati. Tidak saya keluhkan. Setelah hampir 2 tahun menikah, akhirnya ada embrio yang berhasil berkembang di rahimku dan itu adalah karunia luar biasa yang harus saya nikmati.
Dua tahun bukan waktu yang singkat, terutama bagi saya yang terlahir di keluarga yang bisa dikatakan “subur”. Dalam keluargaku, siapa saja yang telah menikah, tak sampai 6 bulan mereka telah mengabarkan kehamilan. Bahkan berkembang kalimat “dilemparkan kancutpun akan hamil”. Namun hingga setahun pernikahan kami, tak ada tanda-tanda kehamilan. Beberapa keluarga, teman dan kerabat yang menikah setelah kami, bergantian mengabarkan kehamilan bahkan kelahiran. Keluarga pun mulai bertanya bahkan tidak sedikit yang mengintimidasi termasuk Ibu saya yang sudah sangat menginginkan cucu sepeninggalan Etta. Banyak kata-kata yang makin lama terdengar makin menyakitkan, pertanyaan-pertanyaan yang membuat tertekan dan pernyataan-pernyataan yang membuat hati menangis.
Setahun menikah, saya mulai melakukan kontrol ke dokter karena siklus haid yang tidak teratur yang sebenarnya terjadi mulai dari saat saya masih remaja. Tetapi hingga 3 kali promil, saya tidak juga hamil tetapi berat badan saya terus meningkat. Tanpa obat kesuburan, haid saya kembali tidak teratur. Telat namun negatif. Hingga akhirnya saya didiagnosa PCOs yaitu suatu keadaan dimana sel telur saya kecil-kecil dan sulit matang tanpa bantuan obat diakibatkan hormon saya yang tidak seimbang.
Saat itu, saya memutuskan untuk berhenti ke dokter. Karena meski mengkonsumsi obat untuk memperbesar sel telur dan mematangkannya, saya tidak juga berhasil hamil.
Hari-hari saya lalui dengan berbagai terapi agar hamil. Makan dan minum apa saja yang disarankan untuk hamil. Tapi selalu saja haid telat namun negatif. Dan saat darah haid itu keluar, saya tak bisa menahan diri lagi untuk tidak menangis. Semalaman saya habiskan untuk menangis layaknya anak kecil, menumpahkan segala kesedihan hingga kadang membuat suami saya khawatir. Bagiku itu adalah malam-malam yang sangat kelam.
Sejak remaja haidku tidak teratur dan ternyata saya suspect PCOs atau kondisi dimana sel telur banyak, kecil dan sulit matang
Sejak remaja haidku tidak teratur dan ternyata saya suspect PCOs atau kondisi dimana sel telur banyak, kecil dan sulit matang
Bulan Juli 2013 akhirnya kami memutuskan untuk ke dokter lagi. Entah apa yang menggerakkan hatiku kala itu, padahal sebelum-sebelumnya saya menolak ke dokter karena efek obat kesuburan membuatku makin gemuk dan membuat moodku jadi tidak enak. Kali ini kami memutuskan memeriksakan diri ke dokter khusus konsultan infertil. Hasil USG menunjukkan diagnosanya sama dengan dokter sebelumnya, saya PCOs. Ada penyesalan dalam hati, kenapa tidak saya obati sejak saya masih remaja? Mengapa disaat saya telah menikah dan sulit hamil baru tau penyakit ini?
Terapi kesuburan pun dimulai lagi. Obat yang super pahit dengan jadwal yang teratur dan efek samping obat yang membuat mood saya kacau dan berat badan bertambah harus saya jalani demi untuk dapat hamil. Setiap hari ke-12 harus usg lagi untuk memastikan sel telurnya membesar. Namun meski dosisnya ganda, hanya ada satu yang membesar itupun agak lambat. Terapi bulan pertama tidak berhasil. Bulan kedua, juga belum berhasil. Bulan ketiga juga tidak ada tanda-tanda kehamilan. Saya pasrah dan lagi-lagi hanya bisa menangis.
Hingga akhirnya suami memberanikan diri untuk analisa sperma. Saya menemaninya ke lab saat itu. Saat melihat mukanya murung sepulang mengambil hasilnya, firasatku mengatakan ada yanh tidak beres. Betul, hasilnya tidak sesuai keinginan, kesimpulannya dia teratozoospermia yaitu keadaan dimana bentuk sel spermanya tidak normal dan tidak dapat membuahi. Tidak tanggung-tanggung ada 98% sperma yang abnormal itu berarti hanya ada 2% saja yang normal.
Setelah melihat hasil itu, kami berpelukan sangat erat. Saling menguatkan satu dan lainnya. Meski dia tidak mengeluarkan airmata, tapi saya tahu hati terdalamnya sangat sedih. Rupanya kami berdua memiliki masalah kesuburan hingga saya belum juga hamil. Inseminasi atau bayi tabung menjadi rencana kami selanjutnya.
Namun sebelum rencana itu kami laksanakan, Tuhan mengirimkan mukjizatnya. Dikala haid saya telah terlambat hampir 30 hari karena kembali tidak teratur lagi dan dokter telah memberikan obat peluruh haid. Tanpa merasakan tanda-tanda hamil saya memutuskan melakukan tespack karena meski obat peluruh haidnya sudah hampir habis, darah haid saya tidak juga keluar.
Tanggal 9 november 2013 adalah tanggal yang tidak pernah saya lupa. Subuh itu saya mengambil tespack di meja yang saya beli semalam, tespack dengan harga paling murah. Tanpa berharap apa-apa saya celupkan tespack itu dan meletakkannya begitu saja. Ternyata hanya satu garis. Saya pasrah, mungkin memang belum saatnya saya hamil. Saya pun mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Sebelum meninggalkan kamar mandi, saya melihat tespack itu sekali lagi dan betapa kagetnya saya ketika melihat ada 1 garis lagi yang muncul meski samar. Dengan rasa tidak percaya saya memberitahu suami. “Dua garis, dua garis” hanya itu yang mampu saya katakan dan segera shalat subuh sekaligus sujud syukur. Saya menangis terharu sekaligus bahagia dalam shalat subuh hari itu. Rupanya ia tidak mengerti apa yang saya katakan hingga akhirnya dia melihat sendiri hasil TP itu di kamar mandi. Setelah shalat kami berpelukan dengan rasa penuh bahagia.
Besoknya saya membeli TP lagi dengan merk yang berbeda dan harganya lebih mahal. Hasilnya sama 2 garis. Karena masih tidak percaya saya kembali membeli tespack 2 hari kemudian dan sekali lagi hasilnya 2 garis. Malam itu juga kami memutuskan ke dokter untuk USG dan benar ada kantong kehamilan di rahimku.
Hingga hari ini, embrio itu terus berkembang menjadi janin yang telah kurasakan bergerak-gerak dalam perutku. Ini adalah mukjizat. Meski kami sama-sama tidak subur, tetapi Tuhan tetap menganugerahkan. Kami akan menjaganya dengan sepenuh hati kami.
Setelah kehamilan itu saya baru menyadari, mungkin memang Tuhan sengaja menundanya karena berbagai alasan. Tuhan memang paling tahu apa yang terbaik untuk hambanya.
Hasil analisa sperma teratozoospermia yaitu kondisi dimana bentuk sperma tidak normal
Hasil analisa sperma teratozoospermia yaitu kondisi dimana bentuk sperma tidak normal
Tiga kali TP dengan merk yang berbeda karena masih tidak percaya
Tiga kali TP dengan merk yang berbeda karena masih tidak percaya
Hasil USG pertama setelah TP, terlihat kantung kehamilan. Baru betul-betul yakin, kalau saya akhirnya hamil
Hasil USG pertama setelah TP, terlihat kantung kehamilan. Baru betul-betul yakin, kalau saya akhirnya hamil